Senin, 21 April 2008

Tradisi di Waibalun

1.Menam / Mula
Pada setiap pengantian musim dari panas ke hujan semua warga tentunya memiliki kebun,entah itu hanya kebun jagung,ataupun kebun padi berbondong bondong membuka lahan baru / buka etan.Kepala adat / tuan tanah Waibalun bersama sama dengan warganya berkumpul membicarakan pembagian tanah yang akan digarap.Setelah semuanya terbagi maka dimulailah dengan penebangan hutan yang ditandai dengan upacara adat pemotongan ayam jantan,yang dimasak dengan "tapo wain"/santan kelapa sebagai sesajian dan ungkapan syukur kepada tuan tanah Ile Mandiri.Bernyanyi bersama sama,beramai ramai layaknya pesta di tengah ladang.
Mulailah orang tua menyiapkan "era" bibit padi/jagung dikeluarkan dari "Keba"/Lumbung dan dibawa keladang untuk ditanam.Semuanya dilakukan secara tradisional.Sambil berpantun"tubak lodo e tawa gere"secara berirama diayunkan bambu/kayu yang pada unjungnya dibuat tanjam untuk bisa menembus tanah."Era"dimasukan kedalam lobang sambil menunduk memasukannya paling maksimal 4 biji untuk jagung dan 10 biji untuk beras.Sebagai catatan pada masa itu petani di Waibalun tidak pernah mengenal beras putih.Yang ada hanya beras merah.Untuk menghormati masa tanam ini Para leluhur Waibalun membuat sebuah dongeng yang sangat heroik."Pada asal mula eten"bibit" tercipta dari hati seorang ibu yang merelahkan hatinya dicabik dan ditanam ditanah dan tumbuh menjadi padi /jagung."Jadi bagi semua orang waibalun memberikan perhormatan yang begitu tinggi kepada bibit karena merupakan perwujudan dari hati seorang ibu yang merelakan nyawanya untuk manusia.
2.Nuan munak lako
Adalah sebuah musim yang mana pada saat padi/jagung sudah mulai berbuah,begitu banyak monyet,babi hutan,babi landak yang menjadi musuh utama karena merusak tanaman.Tentunya kejadian ini berlangsung pada malam hari.Jadi pada musim ini hampir semua pria didesa Waibalun harus rela tinggal dikebun yang gelap gulita dalam suasana hujan hanya dengan bermodalkan api unggun yang menemani tidur malam para petani ini.Adapun setiap petani membuat jeratan " Witu" untuk menjerat semua hewan liar.
3.Nuan hama Ma
Musim panen menjadi sebuah penantian yang indah para orang tua memetik beberapa jagung untuk menandai jagungnya sudah layak dipanen dibakar dan dimakan bersama keluarga.Jagung padi pun mulai dipanen.Tentunya semua petani memiliki "keba"lumbung dikebun.Semua hasil panen disimpan didalamnya dan beberapa saat kemudian desa Waibalun menjadi sunyi senyap karena semua orang berpesta diladangnya masing masing /pesta "hama ma"/Gahak wata tentunya semuanya tidak lepas dengan tradisinya yakni bernyanyi,berpantun.Sebuah lagu yang tak pernah luput dari telinga saya kala itu adalah "sara biti bom bele"syair lagu ini menjadi ikon kegembiraan para petani dan hanya biasa dinyanyikan pada masa "gahak wata" Jagung menjadi makanan utama bagi desa Waibalun pada saat itu.Semuanya tersediakan dari jagung bakan,jagung titi,jagung rebus.Hari yang bahagia untuk dikenang...Kebun / ladang yang sepih menjadi merdu riang gembira.

Mungkinkah semuanya tinggal kenangan.Ketika pemerintah mencanangkan tanam beras orang Waibalun mulai tidak mengakui dirinya pencinta jagung.Bahkan sampai tidak ada lagi orang yang bisa membuat jagung titi."Wata iti alan hala kae...ata lewo pi raan peen hala kae" begitu zaman meggeserkan pandangan orang Waibalun.Mungkin bisa dikatakan orang akan bersembunyi ketika makan nasi jagung..entah karena warnanya yang terlalu menyengat ataupun karena malu atas zaman....Hari berganti hari ..ladang jagungpunhilang,bunyi para penggiling jagung tak terdengar lagi..dan hilang hingga mesin penggilingpun jadi besi tua.

"pe rae Ile Mandiri
pe atek nurun matan hutun
susa tujak soga laran leba hana
belara atek goe golit wato ekot
nuan piin matan getan
kame toda horon onek rae elan belen
Lali tuan kudi lelen bala
pe nuba igo laran kame jaga hode koda...."

Thanks to my Waibalun's spirits....

Goe ne wekik goen

  Nolon kene mor pa goen marin 'ekan manja wekim moen bain,moe ata kaya rayan hala' Koda piin goe kete sain pali wali . Ata iker tur...