Kamis, 21 Desember 2017

Kudi Lelen Bala, Au Gatek Mata

Kudi Lelen Bala, Au Gatek Mata



Di atas gunung Wato Wela Dot, Tabu Wela Molit (sebuah kampung di pulau Timor), hidup dua orang bersaudara. Panag laki bernama Pati Golo Arakian dengan saudarinya Bui Kena Hara Wada. Aktivitas Pati Golo saban pagi dan malam adalah menyadap tuak dari pohon Lontar. Sedangkan saudarinya adalah penenun.

Oleh karena sering mendapat tuak asam, maka Bui Kena, suatu malam memukul kepala Pati Golo dengan pedang tenunnya dan meninggalkan luka yang dalam. Pati Golo menangis, penjelasannya bahwa selalu saja Kelelawar merusak dan merobek daun pembuluh penutup tempat air nira mengalir ke penadah dari Bambu, sebagai penyebab asamnya tuak, tak dihiraukan saudarinya.

Pada hari yang sama, Pati Golo pun melakukan rutinitasnya. tetapi ia tak turun dari Lontar itu. Dia ingin menangkap sumber penyebab asamnya tuak. Kelewarpun datang, malah memeluknya dan terbang bersama Pati Golo ke timur. Disana, di timur kelelawar menjatuhkannya. Saat ini mereka berdua masih kecil.

Cukup lama Pati Golo berkelana. Ia mengembara ke timur tanpa tujuan. Dari pantai ke pantai, dari pulau ke pulau. Akhirnya ia tiba di gunung Wato Wela Dot, Tabu Wela Molit. Ia bertemu kembali dengan saudarinya Bui Kena. Sayangnya mereka sudah tak saling kenal. Maka mereka berduapun menjadi suami istri. Suatu malam saat sang istri meminyaki rambutnya, ditemukanlah bekas luka di kepala Pati. Akhirnya sadarlah mereka sebagai saudara kandung. Bui Kena malu luar biasa. Pati Golo pun akhirnya meninggalkan tempat itu dan menuju jauh ke barat.

Menetaplah ia di Sina Jawa. (Versi lain dari Paul Arndt, tempat itu adalah sekitar pulau Sumatera). Dan mengawini Sidi Lae, Sidi Lae Ata Molan, putri raja. Suatu ketika, ketika kelahiran anak pertamanya, Pati Golo  membakar Cendana, seperti kebiasaan di Timor. Rajapun sangat menyukai bau yang sangat harum itu. Dan meminta Pati Golo  untuk memberikannya kepada Sang Raja, sebagai hadiah perkawinannya. tetapi karena persediaannya terbatas, maka Pati Golo pun menceritakan dimana sumber kayu Candana itu, yaitu jauh di Timur di daerah asalnya.

Maka rajapun mengirim Pati Golo Arakian untuk mengambil Kayu Cendana. Ia berangkat ke timur menggunakan sebuah kapal. Pada titik ini, berdasarkan sejarah, bahwa sekitar tahun 1357, armada perang Majapahit di kirim ke Solor-Alor, dan memang saat itu pulau Pantar dan sebagian Flores Timur direbut.
Dalam perjalanan menuju kampung asalnya, ia melihat cahaya api yang terang benderang di puncak sebuah Gunung, gunung itu Ile Mandiri. Karena tertarik, Pati Golo  mendaki ke gunung itu. Di sana ia menemukan sebuah tungku dan periuk besar, disekitarnya berserakan berbagai tulang. Karena tak menemukan seorangpun manusia, maka Pati Golo  naik ke sebuah pohon besar untuk mengintai.

Tak lama berselang munculah satu makhluk mendekati api, dan di bawah ketiaknya, ia mengapit beberapa binatang. Dia adalah Wato Wele, saudari dari Lia Nurat yang dilahirkan dari gunung. Ketika hendak menyalakan api dari batu yang digesek, apipun tak menyala. Maka mendonggaklah ia dan melihat Pati Golo . Dimintanyalah Ia  untuk turun. Tapi karena takut akan berbagai binatang, maka setelah meminta Wato Wele membuang beberapa jenis binatang yang berbahaya, dan ketika tersisah hanya Babi hutan, Rusa dan Landak, Pati Golo pun turun membantu menyalakan api. Akhirnya mereka berdua memanggang binatang yang tersisah itu.

Pati Golo sangat heran ketika Wato Wele mencabik-cabik binatang yang telah matang itu dengan kuku-kuku jarinya yang panjang. Setelah makan, Pati Golo  mengeluarkan Arak. Karena sangat penasaran, Wato Wele meminum sangat banyak dan tertidurlah ia karena mabuk. Karena keingintahuannya akan sosok Wato Wele, Pati Golo  kemudian mencukur seluruh rambut dan bulu yang ada di tubuh perempuan itu. Terkejutlah ia ketika menyadari bahwa mahkluk itu adalah perempuan. Ketika siuman, karena kedinginan, Wato Wele menggigil dan menyebabkan seluruh Ile Mandiri bergoyang.

Pati Golo Arakian menetap dan memperistri Dona Wato Wele. Anak mereka yang pertama, laki-laki bernama Kudi Lelen Bala, Au Gatek Mata, yang mendirikan Kampung Waibalun. Anak ke 2 juga laki-laki Lalapan Doro Duli. Anak ketiga bernama Sira Demon Pago Molan, yang kemudian menjadi Raja Larantuka yang pertama.
Dari arah barat, istri kedua Pati Golo, Sidi Lae Ata Molan, menyuruh anak-anaknya mencari sang ayah. Merekapun akhirnya menetap di Larantuka. Juga ketika pulau Lapan dan Batan tenggelam (seratus tahun sejak 1357), keturunan dari istri pertamanya, Bui Kena Hara Wada, tiba di Larantuka mencari sang ayah. Keturunan ini kemudian dikenal sampai sekarang dengan sebutan "yang terdampar dengan perahu" (Tena Mau).**

Tidak ada komentar:

Goe ne wekik goen

  Nolon kene mor pa goen marin 'ekan manja wekim moen bain,moe ata kaya rayan hala' Koda piin goe kete sain pali wali . Ata iker tur...