Kudi Lelen Bala, Au Gatek Mata
Di
atas gunung Wato Wela Dot, Tabu Wela Molit (sebuah kampung di pulau
Timor), hidup dua orang bersaudara. Panag laki bernama Pati Golo Arakian
dengan saudarinya Bui Kena Hara Wada. Aktivitas Pati Golo saban pagi
dan malam adalah menyadap tuak dari pohon Lontar. Sedangkan saudarinya
adalah penenun.
Oleh
karena sering mendapat tuak asam, maka Bui Kena, suatu malam memukul
kepala Pati Golo dengan pedang tenunnya dan meninggalkan luka yang
dalam. Pati Golo menangis, penjelasannya bahwa selalu saja Kelelawar
merusak dan merobek daun pembuluh penutup tempat air nira mengalir ke
penadah dari Bambu, sebagai penyebab asamnya tuak, tak dihiraukan
saudarinya.
Pada
hari yang sama, Pati Golo pun melakukan rutinitasnya. tetapi ia tak
turun dari Lontar itu. Dia ingin menangkap sumber penyebab asamnya tuak.
Kelewarpun datang, malah memeluknya dan terbang bersama Pati Golo ke
timur. Disana, di timur kelelawar menjatuhkannya. Saat ini mereka berdua
masih kecil.
Cukup
lama Pati Golo berkelana. Ia mengembara ke timur tanpa tujuan. Dari
pantai ke pantai, dari pulau ke pulau. Akhirnya ia tiba di gunung Wato
Wela Dot, Tabu Wela Molit. Ia bertemu kembali dengan saudarinya Bui
Kena. Sayangnya mereka sudah tak saling kenal. Maka mereka berduapun
menjadi suami istri. Suatu malam saat sang istri meminyaki rambutnya,
ditemukanlah bekas luka di kepala Pati. Akhirnya sadarlah mereka sebagai
saudara kandung. Bui Kena malu luar biasa. Pati Golo pun akhirnya
meninggalkan tempat itu dan menuju jauh ke barat.
Menetaplah
ia di Sina Jawa. (Versi lain dari Paul Arndt, tempat itu adalah sekitar
pulau Sumatera). Dan mengawini Sidi Lae, Sidi Lae Ata Molan, putri
raja. Suatu ketika, ketika kelahiran anak pertamanya, Pati Golo
membakar Cendana, seperti kebiasaan di Timor. Rajapun sangat menyukai
bau yang sangat harum itu. Dan meminta Pati Golo untuk memberikannya
kepada Sang Raja, sebagai hadiah perkawinannya. tetapi karena
persediaannya terbatas, maka Pati Golo pun menceritakan dimana sumber
kayu Candana itu, yaitu jauh di Timur di daerah asalnya.
Maka
rajapun mengirim Pati Golo Arakian untuk mengambil Kayu Cendana. Ia
berangkat ke timur menggunakan sebuah kapal. Pada titik ini, berdasarkan
sejarah, bahwa sekitar tahun 1357, armada perang Majapahit di kirim ke
Solor-Alor, dan memang saat itu pulau Pantar dan sebagian Flores Timur
direbut.
Dalam perjalanan menuju kampung asalnya, ia melihat cahaya api yang
terang benderang di puncak sebuah Gunung, gunung itu Ile Mandiri. Karena
tertarik, Pati Golo mendaki ke gunung itu. Di sana ia menemukan sebuah
tungku dan periuk besar, disekitarnya berserakan berbagai tulang.
Karena tak menemukan seorangpun manusia, maka Pati Golo naik ke sebuah
pohon besar untuk mengintai.
Tak
lama berselang munculah satu makhluk mendekati api, dan di bawah
ketiaknya, ia mengapit beberapa binatang. Dia adalah Wato Wele, saudari
dari Lia Nurat yang dilahirkan dari gunung. Ketika hendak menyalakan api
dari batu yang digesek, apipun tak menyala. Maka mendonggaklah ia dan
melihat Pati Golo . Dimintanyalah Ia untuk turun. Tapi karena takut
akan berbagai binatang, maka setelah meminta Wato Wele membuang beberapa
jenis binatang yang berbahaya, dan ketika tersisah hanya Babi hutan,
Rusa dan Landak, Pati Golo pun turun membantu menyalakan api. Akhirnya
mereka berdua memanggang binatang yang tersisah itu.
Pati
Golo sangat heran ketika Wato Wele mencabik-cabik binatang yang telah
matang itu dengan kuku-kuku jarinya yang panjang. Setelah makan, Pati
Golo mengeluarkan Arak. Karena sangat penasaran, Wato Wele meminum
sangat banyak dan tertidurlah ia karena mabuk. Karena keingintahuannya
akan sosok Wato Wele, Pati Golo kemudian mencukur seluruh rambut dan
bulu yang ada di tubuh perempuan itu. Terkejutlah ia ketika menyadari
bahwa mahkluk itu adalah perempuan. Ketika siuman, karena kedinginan,
Wato Wele menggigil dan menyebabkan seluruh Ile Mandiri bergoyang.
Pati
Golo Arakian menetap dan memperistri Dona Wato Wele. Anak mereka yang
pertama, laki-laki bernama Kudi Lelen Bala, Au Gatek Mata, yang
mendirikan Kampung Waibalun. Anak ke 2 juga laki-laki Lalapan Doro Duli.
Anak ketiga bernama Sira Demon Pago Molan, yang kemudian menjadi Raja
Larantuka yang pertama.
Dari arah barat, istri kedua Pati Golo, Sidi Lae Ata Molan, menyuruh
anak-anaknya mencari sang ayah. Merekapun akhirnya menetap di Larantuka.
Juga ketika pulau Lapan dan Batan tenggelam (seratus tahun sejak 1357),
keturunan dari istri pertamanya, Bui Kena Hara Wada, tiba di Larantuka
mencari sang ayah. Keturunan ini kemudian dikenal sampai sekarang dengan
sebutan "yang terdampar dengan perahu" (Tena Mau).
**